Ni hao, teman-teman :3 Nyari bahan
untuk di-post di blog itu ternyata gak gampang. Enggak sih, bukan gak gampang. Nyari topik itu cukup gampang. Yang susah adalah nyari topik yang kreatif dan gak ngebosenin dan dan dan .... entahlah. Awalnya mau ini, eh ternyata
gak tau mesti nulis apa. Dan semoga topikku kali ini masuk salah satu kategori membahana halilintar ya *ngarep*.
Kali ini I mau mencoba membahas
sesuatu yang lebih serius, yang gak biasanya seorang seperti I bahas. Semoga menarik
dan membuat you – part of the society –
ikut berpikir setelah I yang terlebih dahulu memberikan postingan ini.
Apa, sih, rasanya jadi orang yang
ditolak oleh society? Aku sih,
yakin-yakin aja kalau kita pernah merasakan apa yang namanya penolakan. Pendapat
ditolak, merasa gak diterima saat berkumpul beramai-ramai, kehadiran ditolak, dan mungkin yang paling sering, penolakan cinta *ups*.
Gimana sih, rasanya menurut kalian? Kalau aku, sih, pasti sakit hati, nyesek, sedih, dan semua yang gak enak, deh. Yang bikin suasana jadi mellow, galau. Dan akhirnya malah bikin hati gak enak sendiri, deh. Apalagi ditambah bumbu-bumbu mulai gak percaya diri. Seperti di saat kamu merasa you are just not good enough dan kamu jadi takut untuk memulai, lagi karena bayanganmu adalah, you will never be good enough. Perasaan itu adalah perasaan yang sangat amat menyebalkan.
Gimana sih, rasanya menurut kalian? Kalau aku, sih, pasti sakit hati, nyesek, sedih, dan semua yang gak enak, deh. Yang bikin suasana jadi mellow, galau. Dan akhirnya malah bikin hati gak enak sendiri, deh. Apalagi ditambah bumbu-bumbu mulai gak percaya diri. Seperti di saat kamu merasa you are just not good enough dan kamu jadi takut untuk memulai, lagi karena bayanganmu adalah, you will never be good enough. Perasaan itu adalah perasaan yang sangat amat menyebalkan.
Apa, sih, yang bikin keberadaan
mereka ditolak oleh society yang
sadar gak sadar bakal berasumsi – entah asumsi mereka benar ataupun hanya
permainan logika aja – dan biasanya bakal semakin menyudutkan posisi orang
tersebut, bahkan orang tersebut lambat laun keberadaannya akan benar-benar
tidak bisa diterima.
Orang-orang yang ditolak *dalam
banyak hal* bukan berarti dia bukan a
part of the society. Hanya saja, mereka adalah minoritas dalam lingkungannya
yang sedikit diacuhkan oleh mayoritas dalam linkungan. Sehingga mungkin malah
menyebabkan dua buah society yang
berbeda, berbeda paham dan lainnya.
Kalau sejauh pikiranku selama ini
*kapasitas otak terbatas ya*, orang yang keberadaannya ditolak itu ada beberapa
penyebabnya. Misalnya, karena sikap mereka yang seperti tak mengenal nilai
dan norma *mungkin mereka mendarat di planet yang salah* jadi akhirnya society memutuskan
untuk menjauhi atau mengacuhkan keberadaan mereka. Invisible. Atau, karena mereka cenderung pendiam dan
memang dengan sedirinya menarik diri sehingga ketika mereka berusaha
bersosialisasi, semuanya malah menjadi awkward
dan orang-orang merasa tidak nyaman jadi orang tersebut akan kembali menjadi invisible. Asumsi ketiga, bisa jadi orang yang
keberadaannya ditolak itu awalnya melakukan satu dua kesalahan, namun ada part of the society yang mencoba
memperparah apa yang sebenarnya terjadi dan memperburuk keadaannya. Dan apa
akibatnya? Korban akan semakin dikucilkan dan malah merasa takut untuk
memperbaiki kesalahan dan akhirnya menjadi orang yang menarik diri dari society-nya sendiri. And again, invisible.
Semuanya hanya hasil praduga I aja, sih. Hasil pemikiran yang entah buat apa I pusingin. Cuma, bagi orang yang dasarnya hobi sama tulis-menulis mungkin rasanya akan berbeda. Karena banyak kata makhluk awam, "bahagia itu sederhana". Sesederhana apa? Tergantung persepsimu. Sudut pandangmu. Bagaimana caramu berpikir. Bagaimana caramu melihat hidup ini. You bisa aja bahagia karena baru nemuin barang lama you, you bisa aja bahagia karena saat lagi laper-lapernya, ternyata masih ada sedikit makanan yang bisa you makan.
Dan bisa aja you bahagia karena you sadar, you bisa bahagia karena you mau bahagia. Bukan karena hal lain ataupun orang lain. Tapi you tau you punya hak buat bahagia, masa bodoh dengan orang lain. Mungkin terdengar egois, tapi kenapa enggak? Kayak yang pernah aku baca, I am having fun and they are not
Oke I tau, mungkin you guys berpikir I sok tua melampaui umur dan terkesan sok bijak tapiiiiii, I am having fun and if you guys are not having fun, I sih sorry-sorry aja ye :3
Dan maaf karena malah gak nyambung, dari penolakan malah jadi kebahagiaan. Muehehehehe.
Itu aja sih, yang kepikiran sama I dan yang mau I bahas. And if you guys have something in your mind that you wanna share, you may leave it here :D Let me know what you think!
Kamsahamnida :*
Semuanya hanya hasil praduga I aja, sih. Hasil pemikiran yang entah buat apa I pusingin. Cuma, bagi orang yang dasarnya hobi sama tulis-menulis mungkin rasanya akan berbeda. Karena banyak kata makhluk awam, "bahagia itu sederhana". Sesederhana apa? Tergantung persepsimu. Sudut pandangmu. Bagaimana caramu berpikir. Bagaimana caramu melihat hidup ini. You bisa aja bahagia karena baru nemuin barang lama you, you bisa aja bahagia karena saat lagi laper-lapernya, ternyata masih ada sedikit makanan yang bisa you makan.
Dan bisa aja you bahagia karena you sadar, you bisa bahagia karena you mau bahagia. Bukan karena hal lain ataupun orang lain. Tapi you tau you punya hak buat bahagia, masa bodoh dengan orang lain. Mungkin terdengar egois, tapi kenapa enggak? Kayak yang pernah aku baca, I am having fun and they are not
Oke I tau, mungkin you guys berpikir I sok tua melampaui umur dan terkesan sok bijak tapiiiiii, I am having fun and if you guys are not having fun, I sih sorry-sorry aja ye :3
Dan maaf karena malah gak nyambung, dari penolakan malah jadi kebahagiaan. Muehehehehe.
Itu aja sih, yang kepikiran sama I dan yang mau I bahas. And if you guys have something in your mind that you wanna share, you may leave it here :D Let me know what you think!
Kamsahamnida :*
2 comments:
Logat nulisnya macam apek-apek Singapore. And yes, I read your blog-____-
'Wilson'
Woh jahat who. Sok gatau spa yg nulis :| suka-suka I lah :p
Posting Komentar